Pages

Sabtu, 21 Mei 2011

Cara Kerja Periskop

Sebelum saya membahas tentang cara kerja periskop, saya akan menjelaskan dulu tentang apa itu periskop. Periskop adalah alat yang digunakan kapal selam untuk melihat keadaan di atas permukaan air (bisa juga digunakan dalam kegiatan lain tapi yang paling sering dan umum yaitu di kapal selam)


Cara kerjanya adalah sebagai berikut

Prinsip kerja alat ini memanfaatkan sifat permukaan cermin yang memantulkan 4% intensitas caaya yang jatuh tegak lurus. Untuk mencapai angka pelemahan sebesar 50,000 kali atau lebih, hars digunakan pantulan dari beberapa kaca secara berturut-turut. Dalam alat yang ditunjukkan gambar 4 digunakan pelat gelas yang permukaan belakangnya dihitamkan dengan cat. Apabila cahaya dibiarkan jatuh dengan sudut 45o, setelah
lima kali pemantulan pantulan intensitas cahaya tinggal 3.3 x 10-6 dibandingkan harga semula. Kelima pelat gelas disusun membentuk semacam periskop yang kompak seperti pada gambar 4. Lubang tempat masuknya cahaya ditutup dengan pelat gelas yang tebal (5 mm) sebagai pengaman tambahan terhadap sinar-sinar ultra violet (pancaran ini tidak dapat menembus gelas).







Periskop cermin majemuk 

 Periskop cermin majemuk (Handojo 1995) M: cermin (5 buah) dari pelat gelas dengan permukaan belakang yg dihitamkan, G: pelat gelas tebal. Untuk mencegah cahaya yang tidak dikehendaki, titik-titik A & C harus lebih rendah daripada B

Morgan Robertson

Morgan Robertson (30 September 1861 - 24 Maret 1915) adalah pengarang cerita pendek dan novel terkenal Amerika Serikat, dan kemungkinan penemu periskop.
Kini ia terkenal karena novel fiktif pendeknya Futility, terbit pertama kali pada 1898. Cerita ini menonjolkan kapal besar dari Britania Raya bernama Titan, yang diharapkan tak tenggalam sehingga tak membawa cukup sekoci. Pada perjalanan di bulan April, Titan menabrak gunung es dan tenggelam di Atlantik Utara dengan hilangnya hampir tiap orang di kapal.
Kemiripan antara tenggelamnya kapal fiktif Titan dan tenggelamnya kapal betulan RMS Titanic pada 1912 menarik perhatian kini meski ada beberapa perbedaan signifikan: sebagai contoh, Titan terbalik dan tenggelam hampir bersamaan, dan Titan berada pada perjalanan kembali ke-3 dari New York, bukan pelayaran perdananya ke New York. Setelah musibah Titanic, Robertson menerbitkan kembali novel itu sebagai Futility, or the Wreck of the Titan dengan ukuran kapal yang ditambah dari awalnya 45.000 ton ke 75.000 ton, mendekati 66,000 ton pada Titanic.
Pada 1905 buku Robertson The Submarine Destroyer diluncurkan, yang menggambarkan kapal selam yang menggunakan alat yang disebut periskop. Saat cerita ini diterbitkan pertama kali, para pejabat di Holland Submarine Company dikirim k Robertson dan menanyainya apakah ia menganggap gagasan periskop praktis. Sebagai tanggapannya, Robertson menunjukkan pada pejabat itu model yang dinyatakannya telah dipatenkan. Pejabat perusahaan itu begitu terkesan sehingga mereka membeli penemuan itu $50,000.
Pada 1914 (dalam sebuah jilid juga memuat versi Futility yang baru) Robertson memasukkan CerPen berjudul Beyond the Spectrum, yang menggambarkan perang masa depan antara Amerika Serikat dan Jepang, masalah terkenal masa itu. Seoerti The Wreck of the Titan, Beyond the Spectrum melahirkan sejumlah kemiripan dengan peristiwa di masa depannya. Jepang tak menyatakan perang namun malah meluncurkan serangan diam-diam atas kapal AS dalam perjalanan ke Filipina dan Hawaii; armada serangan yang akan melakukan serangan mendadak ke San Francisco dihentikan oleh pahlawan yang menggunakan senjata dari kapal Jepang yang tertangkap. Judul itu merujuk pada sinar pencari ultraviolet yang digunakan oleh orang Jepang (namun ditemukan orang AS) untuk membutakan para kru AS. Beberapa pembaca telah membandingkan efek sinar pencari itu (kebutaan, panas tinggi, dan kebakaran muka) pada efek bom atom. Meski pernyataan ini bertentangan, pesawat tak berperan dalam CerPen 1914 itu, maupun AS tak menggunakan "bom matahari" atas Jepang, kecuali untuk serangan diam-diam (yang tiap orang dengan pengetahuan tak sempurna atas sejarah militer Jepang bisa memperkirakan), kemiripan novel itu pada serangan Pearl Harbor begitu jauh. Jika begitu, CerPen itu melahirkan kemiripan pada bencana yang dialami Jepang dalam Pertempuran Midway dan proyek Jepang selama PD II untuk membangun "sinar kematian" (ku-go) atau "sinar buta" (ki-go).
Pada 24 Maret 1915, Robertson ditemukan di ruangannya di Alamac Hotel di Atlantic City, New Jersey. Ia berusia 53 tahun. Dipercaya ia meninggal akibat overdosis protiodida.

"Mario Teguh" Says.....